Rabu, 20 Februari 2008

Luas dan Tingginya Langit



Bismillahirrahmanirrahim

Alkisah, ada seorang anak yang dilahirkan di sebuah kampung. Anak ini suka memperhatikan disekitarnya, dan salah satu yang menarik perhatiannya adalah langit. Ketika cukup umurnya untuk berfikir, dia mulai sadar bahwa langit itu tinggi. Dia kemudian mulai bertanya-tanya seberapa tingginya langit, yang dia tahu dari orang tuanya hanya langit itu tinggi.

Anak tersebut mulai mengukur tingginya langit. Dia melihat bahwa langit lebih tinggi dari burung yang terbang. Dia juga melihat bahawa tingginya langit mencapai awan yang paling tinggi. Dia menyimpulkan bahwa ternyata langit tingginya sebatas lebih tinggi sedikit dari tingginya awan.

Setelah remaja anak tersebut mulai mengunjungi beberapa tempat, yang makin lama makin jauh dari kampungnya. Dia pun melihat langit ditempat yang dikunjunginya. Setelah dia berfikir, dia sadar bahwa langit itu luas. Diapun bertanya-tanya berapa luasnya langit, selama ini yang terlihat olehnya luas langit hanya dari ujung kampungnya saja, tetapi dengan perjalanan yang dia lakukan selama ini, ternyata langit lebih luas lagi, makin lama dia berjalan makin luas saja, seolah tidak ada ujungnya.

Memasuki usia dewasa dia mulai mengenal dunia dan mengetahui ada pesawat terbang. Dia ingin melihat sendiri seluas dan setinggi apa langit itu. Dengan pesawat dia menjelajahi berbagai tempat di dunia. Selama perjalanan dia melihat bahwa langit jauh lebih tinggi dari awan dan tidak pernah dia menemui ujungnya.

Ketika ada percobaan manusia untuk keluar mencapai ujung langit dengan pesawat canggih, dia pun mendaftar dan diterima. Dia ingin sampai sejauh mana tingginya langit dan seberapa luasnya langit. Ketika pesawat luar angkasa mulai berangkat dan menuju langit dia melihat bahwa langit sangat tinggi dan sangat luas. Setelah berhasil menjelajahi langit yang sangat tinggi, sadarlah dia bahwa langit tidak akan terlihat ujungnya.

Sekembalinya dia dari perjalanan yang paling jauh itu, dia menyimpulkan bahwa luas dan tingginya langit tidak bisa diukur oleh akalnya yang terbatas. Dia sadar bahwa untuk mengetahui tinggi dan luasnya langit tidak dapat dengan indra dan akalnya semata, tapi perlu juga dengan keyakinan hatinya.

Pandangan mata, pandangan akal dan pandangan hati.

Dari kisah anak tersebut, bisa dilihat bahwa manusia dalam memandang sesuatu, ada yang hanya sebatas yang dia lihat dengan matanya, ada juga yang memandang dengan akalnya, ada juga yang memandang dengan hatinya.

Banyak manusia yang mencari kebenaran terhadap banyak fenomena yang terjadi. Tapi dalam mencari kebenaran tersebut, sebagian hanya menggunakan indra dan akalnya. Dan cara ini pun diikuti oleh sebagian umat Islam, yang dipengaruhi oleh paham liberalisme. Sehingga kebenaran yang didapat hanya sebagian, karena terbatasnya indra dan akalnya.

Dalam Islam diajarkan dalam memandang sesuatu, temasuk memandang tinggi dan luasnya langit tidak cukup dengan indranya, sebatas yang dia lihat dan dia dengar. Masih kurang mempelajarinya dengan menggunakan akalnya yang terbatas. Tentu agar mendapat kebenaran yang dicari, Islam mengajarkan perlu melibatkan indra, akal dan hati sekaligus.

Tidak ada komentar: